April 30, 2019

OVERLORD Bahasa Indonesia Volume 13 Chapter 1 - Part 6

The Siege

Novel OVERLORD Bahasa Indonesia Volume 13 Chapter 1 Bagian 6


"Cepat--"

"--Uooooohhhh!"

Sebuah teriakan bergema di sekitar Neia ketika sebongkah batu terbang. Tampaknya menyapu kecemasan di dalam hatinya.

Batu yang dilempar menghantam demihuman, yang masih ragu-ragu. Meskipun tidak terlalu fatal, tampaknya itu cukup menyebabkan sejumlah kerusakan.




“Hei, kalian semua! Cepat dan serang demihuman! Lupakan tentang anak-anak yang disandera! ”

Neia mengenali prajurit yang berteriak.

Dia adalah ayah dari bocah lelaki yang dibunuh oleh Sorcerer King ketika mereka membebaskan kamp penjara pertama.

Neia terkejut menemukannya di sini.

“Jika mereka berhasil melewati kita, para wanita dan anak-anak akan menderita lebih buruk daripada sebelum kita menyelamatkan mereka! Jika kau masih mencintai anak-anakmu, maka lemparkan batu-batu itu sekeras yang kau bisa! ”


Suaranya seperti mengusir semua keraguan yang lainnya, dan itu segera diikuti oleh lemparan beberapa batu. Ketika melempar batu banyak yang arah lemparnya tak beraturan. Yang terpenting mereka mau melakukannya.


Pada saat Neia menarik busurnya lagi, hujan batu menjatuhi demihuman.

Banyak dari batu-batu itu menghantam demihuman dibarisan depan, yang menggunakan anak-anak sebagai perisainya. Sebaliknya, akan lebih tepat untuk dikatakan bahwa batu-batu itu diarahkan kepada anak-anak yang terikat dengan demihuman, daripada para demihuman itu sendiri.


Anak-anak menangis dan meratap dengan jeritan. Meski begitu, batu-batu itu menghancurkan anak-anak yang menyedihkan tanpa belas kasihan. Mereka adalah pengorbanan yang paling tragis, terjebak di antara kekejaman kedua belah pihak.


Neia memprioritaskan membidik anak-anak itu.

Ini adalah tanda penghormatan terhadap pengorbanan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan sebagian besar orang.

Neia mencondongkan badan untuk mencari target berikutnya, dan kemudian dia merasakan sesuatu merobek udara saat mendekatinya, tetapi yang dia lihat hanyalah semburan cahaya.


Apakah ini serangan sihir dari musuh?

Neia membeku sesaat. Pada saat yang sama, dia mendengar bunyi dari perutnya. Rasanya seperti ada sesuatu yang ringan menabrak perutnya.


Terkejut, dia terhuyung mundur selangkah dan kemudian dia mendengar suara gemerincing dari kakinya. Dia melihat lebih dekat dan melihat sesuatu yang tampak kurang seperti tombak tapi lebih mirip panah raksasa - dengan kata lain, sebuah peluru balista.


Ujungnya seperti paku yang membantingnya dari depan.

Neia buru-buru kembali ke belakang dinding. Setelah itu, dia mendengar suara gesekan sebagai sesuatu yang sangat besar menghantam tembok kota.


Keringat dingin mengalir di punggungnya.

Neia tanpa sadar membelai bagian di mana dia merasakan dampaknya.

Dia memikirkan bagaimana sang Sorcerer King telah melemparkan pedangnya sebelumnya, dan serangan tadi telah dipentalkan oleh medan cahaya dari armor Buser. Itu akan menjelaskan apa yang terjadi sekarang.



Sepertinya dia telah diselamatkan oleh armor Buser, yang diberikan Sorcerer King kepadanya. Dengan kata lain, kehidupan Neia telah diselamatkan tepat pada waktunya.



Apakah itu semacam perlindungan dari serangan jarak jauh? Dadaku, bahu dan perut dilindungi oleh armor, tapi bagaimana dengan tempat lain? Apakah kemampuan itu harus diaktifkan? Tidak, yang lebih penting, berapa kali lagi aku bisa menggunakannya? Atau apakah itu hanya sekali pakai?


Tanpa armor yang Sorcerer King yang telah pinjamkan padanya, perut Neia bisa saja tertusuk.

Fakta itu mengirim getaran ke tubuhnya.


“Huh ... huh ... huh. Ayo, ayolah, diriku! ”



Neia belum memasuki radius 「Under Divine Flag」. Dia merasa bahwa itu tidak perlu karena dia memiliki mahkota yang diberikan Sorcerer King. Karena ini, dia hanya merasakan ketakutan akan kematian dari dirinya sendiri. Namun, tidak ada air mata di mata Neia - sebaliknya, dia mencengkeram busurnya sebelum itu terjadi.


Dia telah memutuskan untuk terus berjuang, bahkan jika itu berarti mengambil nyawa anak-anak. Dia tidak bisa membiarkan dirinya kehilangan keinginan untuk bertarung setelah terkena peluru ballista.


Ini untuk menjaga anak-anak agar mereka tidak mengalami penderitaan lebih lama. Pada saat yang sama, itu juga untuk membunuh para demihuman yang telah menyeret mereka ke dalam pertempuran. Panah yang dia arahkan adalah perwujudan kedua hal ini.


Niat untuk menyerang tanpa memperhatikan anak-anak menyebar  dari dirinya, sampai semua prajurit melempari batu demihuman.


Neia bahkan melihat paladin melempar batu.


“Bajingan! Kau bajingan!"

"Ahh, sial, mereka demihuman ..."

"Maafkan aku! Maafkan aku!'

"Aku minta maaf ... tolong maafkan aku ..."



Meskipun teriakan penyesalan itu bergema dengan keras, mereka tidak berhenti melemparkan batu mereka untuk sesaat.

Ini adalah serangan yang dibuat oleh rakyat yang telah menerima bahwa "beberapa darah harus ditumpahkan untuk menyelamatkan jumlah kehidupan yang lebih banyak."


Namun, jumlah musuh terlalu banyak. Pada saat mereka menyerang barisan depan - demihuman menggunakan anak-anak sebagai perisai - para demihuman sudah mencapai sekitar tembok, dan mereka mulai mengerahkan tangga mereka satu demi satu.


Sementara para demihuman yang mampu secara teknologis bisa membuat jebakan-jebakan dan tangga-tangga penyerangan dalam hal senjata pengepungan, kebenarannya adalah bahwa tidak ada tindakan balasan yang sempurna terhadap keduanya. Beberapa orang mencoba mendorong tangga agar menjauh dengan tongkat panjang atau membiarkan para angel menghancurkannya, tetapi ada terlalu banyak yang bingung harus berbuat apa.


“Bagaimana dengan sebuah bom api? Suruh para priest untuk merapal mantra itu! ”

"Ini buruk! Mereka menaikkan tangga di sana! Aku akan pergi, jaga pos ini untukku! ”

"Lempar batu itu!"



Ada keributan besar di atas tembok. Para prejurit melempar batu atau menusuk dengan longspears untuk mengusir demihuman yang sedang memanjat tangga, tetapi tangga naik satu demi satu, dan menjadi sulit untuk berurusan dengan mereka semua.


Beberapa demihuman dengan gesit menghindari tusukan yang ditusuk seorang prajurit, banyak dari mereka menggenggam tombak dan menarik para penyerang dari tembok. Kemudian ada para demihuman seperti Armatts dan Bladers, yang memiliki armor alami setara dengan lempengan baja. Mereka mengabaikan tombak dan bergegas ke atas.


Meskipun para paladin telah dilatih dalam pertempuran dan dapat menangani para demihuman yang sangat terlindungi ini, jumlah demihuman di atas tembok semakin banyak. Jika ada celah muncul di garis pertahanan, itu akan segera terisi.


Setelah menguatkan tekadnya, Neia bersandar dari belakang sebuah benteng dan menembak demihuman yang memanjat dari samping.

Itu bukan keterampilan Neia, melainkan senjata yang dia pegang yang membunuh demihuman dalam satu tembakan. Dia bisa membunuh Armatts dan Bladers yang tangguh karena dia memiliki Ultimate Shootingstar Super.


Tubuh Neia terlihat jelas saat dia membungkuk, dan dia terkena beberapa kali lemparan batu yang dilemparkan oleh para Stone Eater. Meskipun batu-batu itu bisa membuat penyok lempengan logam. Neia dilindungi oleh armor Buser. Namun, dia mungkin akan memar dan dia mungkin menderita patah tulang atau keduanya.



Meskipun dia berkeringat, dia tidak berhenti menembaki para demihuman untuk sedetikpun.

Aku masih bisa melakukan ini ... Aku hanya punya mana yang cukup untuk menggunakan kalung penyembuhan Yang Mulia pinjamkan padaku sekali, jadi aku harus menyimpannya!


Ketika dia terus mengarahkan bidikan demi bidikan, sebagian dari pikirannya mencoba memperkirakan berapa lama dia bisa bertahan. Bagaimanapun juga, menggunaan sihir pemulihan adalah kartu trufnya.


Dia menarik anak panah dari tempatnya, menaruhnya ke busur, membidik kepala atau jantung demihuman dan kemudian melepaskannya. Dia mengulangi urutan itu berkali-kali.


Sebuah batu mengenainya cukup keras sampai menjatuhkan panah dari tangannya.

Neia buru-buru merunduk di balik sebuah benteng.

Dia telah menjatuhkan panahnya karena serangan Stone Eater telah mengenai tubuh Neia, tapi itu bukan satu-satunya alasan.

Para Paladin adalah pengguna pedang. Sebagai pengawal, dia telah berlatih dengan pedang, jadi bahkan jika dia tahu dasar-dasar memanah, dia tidak menghabiskan banyak waktu berlatih dengan busur. Kurangnya latihan ini membuat lengannya kaku dan jari-jarinya sakit.


Jika dia tidak bisa menggunakan busur, maka dia hanya akan menghalangi. Terlalu cepat baginya untuk menggunakan kartu trufnya sekarang, tapi dia tidak punya cara lain untuk mengembalikan kemampuannya bertarung.


"Aktivasi Item:「 Heavy Recover 」!"


Mana terkuras dari tubuh Neia, dan itu membuatnya sedikit pusing. Dia tidak akan bisa melakukan ini untuk kedua kalinya.

Pada saat yang sama, semua rasa sakit di tubuhnya lenyap, entah itu kram di lengannya atau jari-jarinya yang sakit.


"Aku bisa melakukannya!"


Neia membungkuk lagi dan melanjutkan serangan.

Untungnya, pasukan Jaldabaoth memiliki beberapa tingkat kepemimpinan. Kalau tidak, para ballista akan menembaki Neia untuk membunuhnya tanpa ragu-ragu, tetapi karena mereka dipimpin, mereka tidak menembak karena takut mengenai teman-teman mereka.


Neia fokus pada penembakan, dan akhirnya tangan yang meraih anak panahnya tak meraih apapun.

Dia melihat ke bawah dengan panik dan melihat bahwa dia kehabisan panah.

Saat itu, teriakan datang dari prajurit.

Ada seorang demihuman yang tampak kuat di depan tangga. Meskipun tidak berbeda dari Stone Eater yang telah melemparkan batu ke Neia, fisiknya sangat bagus. Meskipun itu tidak sebanding dengan Buser, dia masih memancarkan aura makhluk yang kuat.


Dia memegang greatsword yang tampak tajam di tangan kanannya, yang menyerupai pisau daging. Tangan lainnya memegang helm yang sepertinya terisi sesuatu. Itu adalah kepala paladin yang memimpin daerah ini.


“Yang Terkuat Jajan-sama dari Suku Lagon telah mengambil kepala komandan musuh! Sekarang, kalian para anjing, bunuh mereka! Bunuh semua manusia! "



***



Situasi segera berubah suram.

Paladin hanya sedikit jumlahnya, dan kematian di antara mereka yang berjumlah kecil berarti bahwa kekuatan pertahanan daerah ini akan menurun. Itu bukan satu-satunya.


Ada perbedaan yang luar biasa dalam hal kekuatan antara seorang prajurit dan seorang paladin, bahkan jika yang terakhir bukanlah bagian dari elit yang dipilih secara langsung. Tidak mungkin prajurit bisa menang melawan demihuman yang bisa membunuh salah satu paladin itu.


Ketika prajurit membeku dalam ketakutan, para demihuman mengamankan tangga di belakang Stone Eater dari sekarang - Jajan. Mereka meledak seperti air dari bendungan yang rusak, satu menjadi dua, dan dua menjadi empat. Itu seperti mitosis.
(TL Note: Mitosis adalah pembelahan sel yang menghasilkan sel-sel anak dengan sifat seperti sel induknya)


Demihuman mulai mengisi bagian atas tembok, dan sebaliknya, jumlah prajurit mulai berkurang.

Demihuman dan prajurit. Perbedaan dalam kemampuan individu mereka jelas terlihat.

Dia melihat sekeliling dengan panik.

Panah. Dia tidak bisa melakukan apa pun tanpa panah.

Dia mengarahkan pandangannya seperti seorang pengelana di padang pasir mencari oasis, dan kemudian dia melihat seorang prajurit yang terlihat kelelahan bersandar pada dinding benteng. Ada beberapa anak panah disampingnya.


Itu dia! Aku akan mengambil panah dari prajurit yang terluka dan memintanya mundur kebelakang.

Tapi Neia menarik napas saat dia berlari. Pria yang tampak seperti pemanah itu kehilangan separuh wajahnya. Dia jelas mati.


Dia mungkin menerima serangan langsung dari Stone Eater. Otaknya merembes keluar, pantulan matanya kosong, dan nasibnya mungkin akan segera menjadi milik Neia juga.


Dia melihat lebih dekat, dan menemukan beberapa mayat serupa. Hidungnya yang biasanya sensitif akhirnya mendapati aroma kental di udara. Tidak, hidungnya baik-baik saja, otaknya tidak menerima pesan itu,


Saat bubur oatmeal yang dimakan naik ke tenggorokannya, Neia memaksa dirinya untuk menelan kembali dengan sekuat tenaga. Dia hampir tidak berhasil, tapi tidak ada yang tahu apakah itu karena dia sedang beruntung, atau karena dia menjadi tahan terhadap ini setelah menonton "pertunjukan makan malam" sebelumnya.
(TL Note: istilah di sini adalah 踊 り 食 い, atau memakan makanan laut segar)


Neia mengatupkan giginya dan memindahkan panah yang tersisa milik pemanah tanpa nama itu ke miliknya sendiri. Mengisi kembali amunisinya terasa seperti dia sedang memulihkan semangat juangnya sendiri.


Aku masih bisa bertarung. Masih ada hal yang bisa aku lakukan….

Setelah dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya, Neia merapatkan kedua tangan pemanah dan menutup mata yang terbuka. Tidak ada waktu untuk melakukan itu, tetapi dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk melakukannya.


“Aku akan bertarung demi kau juga, sampai saat terakhir ...”



Saat Neia berbalik dan bangkit, dia tidak lagi bergumam pada dirinya sendiri.

Semangatnya melesat ke puncak yang belum pernah dimiliki sebelumnya, dan perasaannya sangat tajam. Dia merasa seperti bagian dari busur yang dia pegang.


Bagian atas tembok sekarang menjadi pertempuran jarak dekat yang kacau. Dengan kemampuan Neia, tampaknya hampir tidak mungkin untuk menjebak Jajan - yang memegang kepala paladin - mengingat banyaknya teman dan musuh di antara mereka. Namun--


Aku masih memiliki sarung tangan ini! Dan Ultimate Shootingstar Super Yang Mulia pinjamkan padaku! -- Aku bisa melakukan ini!

Dia melepaskan panahnya saat dia mengisi dirinya dengan keyakinan kuat itu.

Pada saat Jajan melihat aliran angin di udara, sudah terlambat.

Anak panah itu menusuk kepalanya, dan Jajan jatuh lemas ke tanah.


"Jajan dari Suku Lagon telah mati oleh tangan Neia Baraja!"



Meskipun dia meneriakkan kata-kata itu, dia tidak dijawab oleh sorakan. Itu sudah bisa diduga. Tidak ada waktu untuk bersorak gembira di tengah pertempuran hidup dan mati. Neia tersipu sedikit ketika dia menyadari itu, tapi dia berhasil mengguncang para demihuman. Dia bisa merasakan tekanan pada mereka berkurang.


Ini bukan kekalahan total.


Neia mengambil panahnya lagi, lalu berbalik untuk membidik demihuman yang sama sebelum mengirim panah ke arahnya. Dia menembak kepala demihuman dan dia jatuh dari tembok.


Neia meraih panah lain. Dia melakukannya seperti itu bukan apa-apa, yah mau bagaimana lagi. Apakah dia seorang pemanah profesional seperti ayahnya sekarang?


Kemampuan Neia telah meningkat pesat selama pertempuran ini. Begitulah cara dia berhasil membunuh Jajan, meskipun sebelumnya telah terluka selama pertempuran dengan paladin.


Di tengah kekacauan pertempuran, Neia mencari mangsa baru untuk dibidik.

--Mengapa mereka tidak menargetkanku, sebagai pemanah?

Pertanyaan itu dijawab saat panah berikutnya menembus tengkorak demihuman lain.


“Jangan mendekati manusia itu dengan sembarangan! Dia mengenakan baju zirah Grand King! ”

"Grand King?"

“Grand King Buser? Armor Grand King Buser? "


Telinga Neia yang sensitif menangkap obrolan antara para demihuman.


“Tidak diragukan lagi! Itu armor Buser! ”

"Jangan bilang kalau manusia itu mengalahkannya ..."


Ah! Ternyata itu!? Ketika Sorcerer King mengatakan itu akan melindungiku, apakah dia tidak mengacu pada kemampuan armor untuk melindungi dari serangan jarak jauh tapi reputasi mengalahkan Buser !?


Nama Grand King Buser dikenal di seluruh kekuatan demihuman. Oleh karena itu, para demihuman yang telah menaiki tembok berada di bawah kesan yang salah bahwa mereka bertempur melawan ksatria yang telah mengalahkan Buser. Fakta bahwa Neia telah membunuh demihuman kelas pemimpin dalam satu tembakan menambah kesan itu.



Itulah mengapa mereka menolak untuk menyerangnya, meskipun mereka tahu Neia adalah seorang pemanah.

Sasuga Ainz-sama, apakah dia memperhitungkan ini juga?


Dalam semua kemungkinan, tak ada demihuman yang akan mengejarnya meskipun dia berbalik dan berlari. Dibanding mengejar musuh yang kuat --Mesikipun kesalahpahaman-- mereka lebih baik mengabaikannya. Karena itu, keselamatan Neia mungkin terjamin. Saran Sorcerer King untuk "melarikan diri ke gerbang timur" tiba-tiba mencapai pikirannya, tetapi dia tidak bisa melakukannya.


Jika memikirkan pemikiran itu lebih baik tidak usah datang kesini dari awal.

Neia melepaskan panah lain, dan membunuh demihuman lainnya.


“Uoooh! Itu ... tatapan mata itu lagi ... ”



Glare ... yah, aku melihat mereka ...


“Itu adalah mata seseorang pembunuh! Dia, manusia perempuan itu, dia sesuatu yang lain! ”


Mungkin ... seorang perempuan ...


“Lihatlah busur itu! Luar biasa! Itu bukan hanya keahliannya! ”


Hehe!


"Mad-Eyed Archer!"


... Eh?


“Apa, ada apa dengan nama itu? Apakah kau tahu manusia itu? ”


...Tidak tidak...


"Apakah manusia perempuan itu memiliki nama panggilan?"


...Tunggu sebentar!


"Aku pernah mendengar ada pemanah manusia dengan wajah iblis dan keterampilan luar biasa ... mungkinkah dia !?"


Itu ayah!


“Mad-Eyed Archer! Pemanah yang membunuh Buser! ”


Untuk beberapa alasan, frasa “Mad-Eyed Archer” menyebar melalui jajaran demihuman seperti gelombang. Mereka sudah memutuskannya! Saat pikiran itu menembus pikirannya, Neia tidak lagi memiliki kesempatan untuk memperbaikinya.


Ketika Neia melepaskan anak panahnya, prajurit mulai bergerak.


“--Setiap orang, tahan barisan! Jangan biarkan para demihuman mendekati gadis itu! ”

“Ohh! Para prajurit! Ingat pelatihanmu! ”

"Aku bergerak!"


Sekitar 20 anggota prajurit berencana menggunakan diri mereka sebagai tameng baginya.


“Bunuh saja demihuman brengsek itu! Kita akan melindungimu! ”

"Mengerti--"


Suara sayap mengepak datang dari kamp musuh.

Neia berputar dan mengarahkan panahnya ke sumber suara.

Matanya dipenuhi dengan pemandangan demihuman menyeramkan naik dari formasi musuh. Ada banyak dari mereka.

Sementara itu tampak seolah-olah melewati dinding yang seharusnya menjadi tujuan mereka, beberapa dari mereka terjun dari kawanan domba dan turun menuju Neia.


Dia telah lama meninggalkan pemikiran tentang siapa yang harus dibidik. Di dunia putih yang sunyi dan bersih ini, di mana yang bisa dilihatnya hanyalah musuhnya, Neia dengan tenang melepaskan panah pada setiap musuhnya. Kecepatan memanahnya yang tidak ragu seperti tidak manusiawi dalam ketepatan mekanisnya.



Setelah mengincar demihuman menyeramkan menuju padanya, Neia menghembuskan nafas ringan. Dia bisa mendengar lagi setelah dilepaskan dari keadaan hyperfocus itu.


Menuju ke samping--

Dia ingin menghindar, tetapi deru rasa sakit datang dari lengan kirinya.

Lengannya telah terobek oleh cakar Armatt dari samping.


"Gwaaargh!"


Meskipun dia menangis kesakitan, Neia masih berusaha menarik panah lain, tapi kemudian dia berpikir bahwa dia mungkin tidak dapat dengan benar menahan busurnya. Dalam hal ini, mungkin menarik pedangnya akan lebih baik.


Keraguannya adalah kelemahan besar, dan Armatt yang tampak buas itu mengangkat lengannya, bersiap untuk menindaklanjuti serangan sebelumnya dengan serangan ke wajah.


Dia ingin mundur, tapi lawannya adalah petarung kelas atas dan berhasil mendekatinya, jadi dia tidak bisa menghindarinya.


Rasa sakit yang mendalam memenuhi wajahnya. Ketika dia berhasil memutar kepalanya dan menghindari matanya dicabik-cabik, cakar-cakar itu merobek pipi kirinya dan membuka luka yang memungkinkan akses ke bagian dalam mulutnya.


Darah segar memenuhi mulutnya, dan rasa darah menyebar di lidahnya. Selain itu, dia bisa merasakan darah hangatnya mengalir dari pipinya, sensasi menyebar di leher dan dadanya.


Neia tidak punya waktu untuk menarik pedangnya, jadi dia membanting Ultimate Shootingstar Super ke wajah Armatt.

Armatt mungkin tidak mengira dia melakukan itu dengan busur, jadi dia mencoba mundur untuk menghindari serangan itu.

Karena dia tidak bisa menggerakkan lengan kirinya dengan baik untuk menahan busurnya, Neia mencabut pedangnya dengan tangan kanannya.


Neia menusuk dengan kekuatan seperti dia menuangkan hidupnya ke dalamnya. Armatt itu segera membalas dengan cakar tajam, tetapi seorang prajurit terdekat telah menyerang kakinya dan tujuannya tidak tercapai. Cakar itu hampir mencapai telinganya kurang dari satu inci, tetapi pedang bajanya sendiri tenggelam ke tenggorokan Armatt.


Dia melirik Armatt yang jatuh dan kemudian mengamati situasinya.

Sementara dia berfokus pada memanah, blokade prajuti yang melindunginya hampir sepenuhnya dihancurkan. Para demihuman telah mencapai Neia, dan hanya ada lima orang lagi yang tersisa, semua ditekan dekat ke dinding.


Bala bantuan terdekat bertempur di sisi lain demihuman yang telah memanjat tangga, dan mereka akan kesulitan untuk membantunya di sini. Terus terang, mereka sepertinya terlibat dalam pertempuran, jadi mereka tidak akan punya waktu luang untuk datang membantunya.


Ada lebih dari 30 demihuman di sekitar Neia, dan hanya ada enam orang di sisinya.

Neia memelototi para demihuman, dan mereka mundur sedikit, mengurangi tekanan pada mereka.


"Maafkan saya, Baraja-sama!"


Prajurit yang telah ditekan ke dinding mengambil formasi defensif di depan Neia.


"Kita tidak akan membiarkan para bajingan itu melewati kita, bahkan jika itu adalah hal terakhir yang kita lakukan!"


Orang yang mengatakan ini tampak seperti pria pengecut berusia 40-an, dengan perut yang terlihat tidak sehat dan menonjol. Namun, wajahnya memerah dengan apa yang tampak seperti kegembiraan pertempuran, dan tubuhnya berlumuran darah sehingga orang tidak dapat mengetahui apakah itu miliknya atau musuh. Meski begitu, dia menolak berlutut, berdiri tegak dengan semangat yang gigih.


Dia jelas terlihat seperti seorang pejuang yang dapat diandalkan.


"Terima kasih banyak!" Neia berkata sambil meludahkan mulut penuh darah segar yang telah berkumpul di sana. Kemudian, dia melanjutkan - "Aku akan serahkan ini kepadamu!"


Dia bukan satu-satunya yang seperti ini. Tidak satu pun dari tubuh-tubuh yang roboh dari prajurit menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka telah berusaha untuk meninggalkan barikade yang telah mereka bangun di sekitar Neia. Apa lagi yang bisa dia lakukan selain menguatkan semangat juangnya?


Mata pria itu mengarah ke lengan kiri Neia, dan wajahnya menegang.


"Aku bisa melihat tulangnya ..."

"Tolong jangan katakan itu, itu sangat menyakitkan ketika kau menunjukkannya."

"Ah, ahhh, maaf."


Begitu seseorang mencapai tingkat keterampilan tertentu sebagai seorang paladin, mereka akan dapat menggunakan mantra pemulihan tingkat rendah. Namun, Neia hanya seorang pengawal, jadi dia tidak bisa melakukannya. Tidak ada paladin atau priest di samping Neia, dan mana nya belum cukup pulih untuk menggunakan benda sihir lagi. Mungkin akan lebih baik untuk meninggalkan pemikiran menggunakan lengan kirinya dalam pertempuran ini.


Neia memelototi para demihuman, tetapi hanya menggerakkan bola matanya membuat luka di wajahnya sakit.

Rasa sakit itu membuat tatapannya jauh lebih tidak menyenangkan, dan ketika para demihuman merasakannya, mereka mulai waspada.


“Baraja-sama, terus tembaki saja mereka dengan busur anda, seperti anda mengalahkan demihuman yang tadi. Begitulah cara kita berhasil bertahan. "


Jika demihuman didepan mata Neia menyerang mereka semua sekaligus, para prajurit mungkin akan dibunuh dalam sekejap. Namun, mereka semua waspada terhadap Neia si pemanah, jadi mereka tidak bisa bergerak bersama. Sebenarnya, dia bisa memahami kewaspadaan mereka begitu dia mendengar apa yang dikatakan demihuman.


"Mad-Eyed Archer ... dia tidak banyak menggunakan pedang?"

"Jangan ceroboh, dia hanya pura-pura tidak bisa menggunakan pedang untuk menipu lawannya."

"Sungguh? Kau benar-benar pintar. ”

"Haruskah kita menyuruh Snakemen dan membunuhnya dari jarak jauh dengan tombak?"


Neia mencemooh mereka di dalam hatinya. Tampaknya dia telah mendapatkan reputasi yang tidak patut dengannya berkat kekuatan busur sihir yang dia pinjam.


"... Apakah ada harapan untukku?"


Neia bertanya pada dirinya sendiri pertanyaan itu cukup tenang sehingga para demihuman tidak bisa mendengar, dan kemudian dia tertawa.


"... Jika itu adalah busur ... busur yang aku pinjam dari Yang Mulia, Ultimate Shootingstar Super, menemembak tidak akan menjadi masalah, tapi ..."


Pria itu mencoba mengucapkan nama Ultimate Shootingstar Super, dan kemudian dia tertawa sedih.


“Benarkah ... jadi ini sangat buruk, ya. Kalau begitu, Baraja-sama ... melompatlah dari tembok dan melarikan diri. Anda harus terus hidup. "


“Aiieee! Maafkan aku. Itu wajar bagi anda untuk marah pada kata-kata bodoh seperti itu. Tapi, tapi, meski saya tidak tahu neraka macam apa yang anda jalani, anda berusia sama seperti putri saya ... itu yang saya pikir, tetapi membiarkan seorang gadis seperti itu mati hanya ... ”



Aku tidak marah, aku hanya melihatmu secara normal. Pikiran itu terlintas dalam pikirannya, tetapi ini adalah hal yang umum sekarang dan Neia tidak tersinggung karenanya.


Pria itu berbicara tentang kebenaran. Akan lebih bijaksana untuk mundur kembali untuk sementara waktu dan menyembuhkan lukanya sampai dia bisa menggunakan busurnya, daripada mengayunkan pedang yang tidak biasa dia gunakan.


- Apa yang akan terjadi pada mereka jika aku melakukan itu? Aku tahu betul. Aku tidak dapat membantu mereka bahkan jika aku tetap tinggal dan berjuang. Aku akan mati sia-sia. Tapi...


Neia melambaikan busur di tangan kirinya ke bawah dan ke samping.

Aku harus mengembalikan senjata ini. Ada banyak alasan mengapa aku harus berlari. Tapi, tapi, apa yang akan dipikirkan musuh-musuh Yang Mulia jika aku melarikan diri ketika aku menggunakan senjata yang dia pinjamkan kepadaku? Dalam hal itu--


"Bagaimana aku bisa lari !?" dia berteriak. "Bagaimana mungkin aku, sebagai orang yang memegang senjata yang dipinjamkan Yang Mulia, berbalik dan lari !?"


Dia dengan erat mencengkeram pedang di tangan kanannya.

Membayar kebaikan kepada yang baik adalah hal yang alami bagi manusia.


Rakyat dari kerjaan ini - secara khusus, pemimpin paladin mereka - bukan tipe yang melakukan itu, tetapi dia ingin menunjukkan kepada Sorcerer King bahwa tidak semua orang di kerajaan ini seperti itu.


"Yeeeaaaart!"


Neia menyerang dengan sebuah teriakan perang yang terdengar seperti ratapan. Karena dia tidak bisa menggunakan busurnya, prajurit akan mati tanpa perlindungan. Dalam hal ini, dia harus mengambil keuntungan dari rasa takut para demihuman tentang kekuatan dan serangannya sementara mereka tidak mengeluarkan kekuatan mereka.


Musuh mungkin tidak mengira Neia akan membuat mereka menghadapinya dengan jumlah banyak, dan mereka bergerak cukup lambat sehingga bahkan sedekat apapun pedang Neia cukup untuk memotong mereka.


Prajurit yang tersisa di belakang Neia mengikuti jejaknya.

Neia mengayunkan pedangnya.

Terpental, dan tubuh demihuman terhuyung, serangan mereka dipentalkan oleh pasukan Buser.


Neia menusukkan pedangnya.


Dia menikam tubuh demihuman, dan ketika dia menariknya keluar, organ-organnya mengikuti. Sebelum demihuman itu menyentuh tanah, cakar demihuman lain menghantam wajah Neia. Luka di pipi kirinya menjadi bertambah di pipi sebelah kanannya, dan darah yang mengalir keluar masuk ke matanya.


Rasa sakit yang luar biasa memenuhi kakinya.

Seorang demihuman mendorong belatinya ke dalam tubuh.

Salah satu anggota prajurit roboh.

Pedang berayun.

Dua anggota prajurit lagi terbunuh.

Satu demihuman roboh.

Semua anggota prajurit mati.

Tidak ada apa-apa selain musuh di depannya dan di sampingnya.

Nafasnya kasar, dan detak jantungnya membuatnya kesal.


Bagian-bagian tubuhnya yang telah diserang oleh musuh menyala panas, dan setiap kali dia memindahkannya, gelombang-gelombang rasa sakit menahan Neia dengan rasa pedih.

--Aku takut.

Neia ketakutan.

Dia sudah siap untuk mati di sini.

Mereka memiliki jumlah yang lebih banyak, dan mereka juga individu pejuang yang lebih baik.

Musuh memiliki banyak kerugian, dan satu-satunya keuntungan yang dimiliki timnya adalah posisi bertahan mereka.

Itulah yang terjadi, itu akan menjadi aneh jika dia tidak mati.

Meski begitu, melihat kematian didepan mata itu menakutkan.

Kata "gerbang timur" - kata orang yang sangat ia hormati - bergema di benaknya. Meskipun dia siap untuk mati, dia tetap ingin hidup.


Neia pernah berpikir tentang apa yang akan terjadi ketika seseorang mati.

Seperti apakah perasaannya saat itu?

Jiwanya akan kembali ke sungai besar, di mana para dewa akan menghakiminya, dan mereka yang berbuat baik seperti yang dijelaskan dalam kitab suci akan pergi ke tanah peristirahatan yang kekal, sementara orang jahat akan dikirim ke tanah siksaan.


Tetap saja, bahkan jika dia telah mengumpulkan perbuatan baik sepanjang hidupnya dengan tujuan untuk mencapai peristirahat yang kekal, dia masih takut untuk menghadapi akhir hidupnya.

Dia mengayunkan pedangnya.

Perlawanan tak berdaya itu tidak mungkin bisa membunuh musuh dalam satu serangan.

Siapa pun yang menyerang bahkan ketika dikelilingi, akan melakukan serangan balasan yang kejam dari musuh.

Pedang menembus armor Neia, dan dia dipenuhi luka.


Neia masih hidup terima kasih kepada armor yang telah diberikan Sorcerer King kepadanya. Dia sudah lama mati tanpanya. Memang, dia akan menjadi mayat seperti prajurit yang tewas tak terhitung jumlahnya dan warga sipil yang telah tersebar di seluruh kota seperti mereka telah dibuang sembarangan.


Aku pasti dalam kondisi yang sangat buruk ...

Neia tertawa pada dirinya sendiri karena mampu berpikir tentang hal-hal yang tidak pantas seperti itu bahkan saat dia sedekat ini dengan akhirat ..

Kakinya tergelincir karena kekuatan ayunannya. Paha kirinya tersangkut dan paha kanannya terluka dan tidak bisa kembali tegak.

Dia kehilangan keseimbangannya dan terjatuh. Dia bersandar di dinding benteng, tetapi hanya itu yang tidak bisa dia lakukan.

Dunia berubah putih dan berawan, dan dia bisa mendengar suara terengah-engah.

Itu adalah suara yang menyebalkan. Dia bertanya-tanya siapa yang membuatnya, dan menyadari bahwa itu adalah dirinya sendiri.

Dia berada di batasnya

Neia akan mati.

"Tinggal sedikit lagi dan Mad-Eyed Archer akan mati!"

“Ahhh! Semua serang bersama sekarang!"


Suara para demihuman datang dari kejauhan.

Ini ... benar-benar sakit ...


Neia tidak bisa lagi mendengar apa yang dikatakan demihuman. Namun, mereka mungkin tidak menyanyikan pujian untuknya. Ketika pemrosesan otaknya berhenti satu demi satu, sebagian pikirannya hanya memikirkan hal-hal seperti itu.


Dia hanya melambaikan pedang di tangannya untuk menjauhkan mereka - serangannya dimaksudkan untuk menjaga musuh menjauh darinya.


Aku ... sangat takut ... tetapi semua orang ... sedang menungguku ...

Di dunia yang putih dan berawan, dia melihat senyum ibunya, ayahnya, dan teman-temannya dari desa asalnya.


"Siapa ... mereka ... ahh ... Kaa-chan ... Mo-chan ... Dan-nee ...? Aku ... takut ... Yang ... Mulia ... ”


Paru-parunya, jantungnya, lengannya, dan otaknya ingin beristirahat.

Neia tidak bisa lagi menahan godaan itu, tapi tetap saja, dia belum menyerah. Kenapa begitu?

Dia takut mati. Dia dipenuhi dengan keyakinan pengikutnya untuk bertarung sampai akhir.

Terlepas dari itu - ia ingin mencapai hasil yang layak dari peralatan perang yang dipinjamnya.

Senjata demihuman menyambar sekaligus, menusuk tubuh Neia.


Dan setelah itu, Neia Baraja meninggal.




EmoticonEmoticon