September 06, 2025

OVERLORD Bahasa Indonesia – Phantom Ship of Katze Plains Prologue Part 4

 

Prologue Part 4 


Tepat seperti yang Ainz duga, orang yang dibawa Narberal kembali bersamanya ternyata adalah seorang resepsionis dari guild petualang.


Dia sama sekali tidak menunjukkan rasa terkejut ketika melihat Ainz sudah lengkap dengan perlengkapannya di ruang tamu. Tidak, sepertinya memang tak ada ruang tersisa dalam pikirannya untuk hal semacam itu.


“Ah, ah, hah, ah, um, hah, hah—” Napasnya tersengal-sengal, tak sanggup merangkai kata.



Wajahnya memerah hebat, keringat membasahi keningnya. Jelas ia berlari ke sini sekuat tenaga, bahkan melampaui batas dirinya. Ainz sudah menawarkan kursi dan memintanya menenangkan napas, tapi tanda-tanda ia akan pulih tak juga terlihat.


Mengingat jarak dari gedung guild sampai ke tempat ini, Ainz sadar wajar saja seorang wanita biasa bisa sampai seperti itu. Namun tetap saja, mengapa dia tidak meminta salah satu petualang yang mungkin ada di sekitar untuk menyampaikan pesannya?


“Nabe. Tolong bawakan air.”


Resepsionis itu sempat mengangkat tangan lemah seakan ingin menolak, tapi Narberal sama sekali tak menghiraukannya dan segera meninggalkan ruangan. Dari sikapnya jelas terlihat—baginya, perintah Ainz jauh lebih penting dibandingkan keinginan resepsionis.


Setelah meneguk air yang dibawakan Narberal, barulah resepsionis itu cukup tenang untuk menjelaskan maksud kedatangannya.


“Ah, Perdana Menteri Kerajaan Sihir, Albedo-sama, memerintahkan saya untuk memanggil Momon-sama… kumohon, bersediakah Anda ikut bersama saya?”


Jadi itulah alasannya ia tak bisa meminta petualang lain untuk menggantikan dirinya, Ainz akhirnya mengerti. Namun tetap saja, kenapa Albedo menyuruh seorang resepsionis untuk hal sepenting ini?


Namun, ia sama sekali tak menemukan jawaban. Tak mungkin Ainz bisa menebak seberapa jauh seorang cerdik seperti Albedo merancang kata-katanya.


Sepertinya, diamnya Ainz malah disalahartikan.


Resepsionis itu tampak tak sehat secara fisik. Apakah ini akibat ia berlari sekuat tenaga hingga ke sini?


Atau justru karena rasa takut pada Albedo—membayangkan apa yang mungkin menimpanya bila Momon tidak ikut?


“Um, umm…”


Ainz akhirnya menanggapi nada memohon sang resepsionis sesuai rencananya. “Baiklah, mari kita berangkat sekarang.”


Karena semua persiapannya sudah selesai, mereka bisa segera berangkat.


Setelah berpisah dengan resepsionis—yang terlihat sangat lega—di depan rumah, Ainz dan Nabe menuju Guild.

Awalnya mereka berniat pergi bersama resepsionis itu, namun karena kelelahan yang amat parah, ia bahkan tak sanggup berdiri dan butuh waktu untuk pulih. Maka, mengikuti saran wajar dari sang resepsionis, “Akan terlalu lancang—tidak, terlalu menakutkan bila membuat Perdana Menteri Kerajaan Sihir, Albedo-sama, menunggu,” keduanya akhirnya berangkat sendiri.


Ainz terus bergumam pelan pada dirinya sendiri.


Tak lama kemudian, bangunan Guild mulai tampak di depan mata.


Empat Death Knight berdiri berjaga di depan gedung itu. Awalnya ia sempat menduga akan ada kerumunan orang penasaran yang membentuk pagar manusia, namun jalan di depan Guild justru sepi, tak ada satu jiwa pun terlihat.


Ini jelas menjadi bukti betapa besar rasa takut—bukan hanya kepada Albedo, melainkan kepada Kerajaan Sihir itu sendiri.


Kalau semua ini mulai terjadi setelah aku berjalan-jalan ditemani para malaikat, berarti itu sebuah kesalahan besar… mungkin fakta bahwa aku adalah undead membuatnya terasa jauh lebih menakutkan...?


Melewati barisan Death Knight, Ainz dan Nabe membuka pintu Guild.


Hal pertama yang langsung menarik perhatiannya begitu masuk adalah sosok Albedo. Ia berdiri di depan meja resepsionis Guild dengan pakaian khasnya. Di sisi dinding, dua Death Knight berjaga sebagai pengawalnya. Tentu saja, kemungkinan besar masih ada penjaga lain yang sebenarnya lebih berbahaya. Namun Ainz, yang sama sekali tak pernah mempelajari kelas bertipe rogue, tak bisa memastikan hal itu.


Di balik meja resepsionis, berdiri seorang pegawai—tentu saja berbeda dengan yang tadi dikirim untuk memanggil Ainz—yang tampaknya sedang melayani Albedo. Begitu melihat Ainz masuk, ekspresinya yang tegang sedikit melunak. Di sisinya, Guildmaster Pluton Ainzach menunjukkan ekspresi yang sama.


Rasanya nostalgik.


Seingatnya, terakhir kali ia bertemu langsung dengannya adalah saat berkunjung ke Kekaisaran. Tidak, mungkin Pandora’s Actor yang menyamar sebagai Momon sudah sempat bertemu lebih dulu di antara waktu itu.


“Kau terlambat.”


Ainz hanya mengangkat bahunya secara berlebihan menanggapi suara mengancam dari Albedo.


“—Aku sudah datang secepat mungkin. Kalau tidak ingin menunggu, seharusnya kau membuat janji lebih dulu.”


Ainz bisa melihat wajah resepsionis dan Ainzach seketika menegang.


“~Ara, sikap yang luar biasa! Apakah ini bentuk kesombongan terhadap klien, hanya karena kau punya posisi istimewa sebagai petualang peringkat Adamantite?”


“—Klien? Sepertinya Perdana Menteri Kerajaan Sihir-kakka belum mengetahuinya. Untuk permintaan yang tidak mendesak, biasanya guild akan mengirim tim investigasi lebih dulu. Setelah itu baru ditentukan tingkatan misi tersebut, dan barulah para petualang bertindak. Dengan kata lain, sekalipun kau membawa permintaan, bukan berarti aku otomatis akan menerimanya.”


“Ini adalah permintaan khusus.”


“—Lagi?”


“Sepertinya kau tidak senang. Tapi kau tidak punya hak untuk menolak. …Guild Petualang di kota ini, bahkan di seluruh Kekaisaran—pada akhirnya akan berada di bawah kendali Kerajaan Sihir. Ingatlah, kata-kata dari negara—tidak, dari Ainz-sama—harus didahulukan di atas segalanya.”


Tidak, tidak. Aku bisa mengerti kalau itu perintah dari negara, tapi aku rasa pendapatku tidak perlu sampai dianggap sepenting itu… (ucap ainz dalam hati)


Hampir saja sisi dirinya yang asli terungkap, tapi Ainz cepat-cepat menahannya. Ia tidak boleh memberi ruang bagi pikiran yang tak perlu. Jika dibiarkan, kalimat-kalimat yang sudah ia hafalkan dengan susah payah bisa meleset dan hilang begitu saja.


“Aku akan menyampaikan kata-kata Yang Mulia Raja Sihir kepadamu. Pergilah ke Dataran Katze dan pecahkan misteri kapal yang kabarnya ada di balik kabut. …Aku izinkan kau meneteskan air mata syukur atas kehormatan menerima titah kerajaan ini.”


“Tapi aku menolak.”


Jawaban cepat Ainz membuat wajah Ainzach dan resepsionis seketika pucat pasi.


“Ara, ara~” Albedo tersenyum manis. Senyum yang indah—namun bahkan bagi Ainz sendiri, terasa agak menakutkan.


“Tadi sudah kukatakan kau tak punya hak untuk menolak, bukan? Hmm? Yang Mulia Raja Sihir menganggapmu berharga, tapi apakah itu membuatmu menjadi angkuh? Atau kau hanya terlalu terbawa suasana? Mana yang benar, aku penasaran. Maukah kau memberitahuku?”


“—Benar, aku memang sudah berlutut pada Raja Sihir. Namun, aku tidak akan tinggal diam bila diperlakukan hanya sebagai alat yang bisa dipakai sesuka hati. Dan lagi, awalnya kau menyebut ini permintaan khusus, tapi barusan kau menyebutnya titah kerajaan, bukan? Baiklah, mari kita dengar. Mana yang benar? Tentu saja, dari konteksnya bisa ditafsirkan seolah Raja Sihir memang mengeluarkan perintah, dan kau hanya mencoba menyamarkannya sebagai sebuah permintaan. Tapi… benarkah begitu? Sungguh? Kau tidak sedang berusaha mengaburkan batas antara permintaan khusus dan titah kerajaan, kan? Kau tidak sedang mencoba trik kecil untuk menciptakan preseden—seolah-olah aku bertindak langsung atas perintah Raja Sihir, kan?”


Terdengar dua helaan napas tajam—dari resepsionis dan Ainzach.


“—Kalau kau ingin aku bertindak, ajukanlah permintaan resmi melalui Guild Petualang. Jangan coba-coba memaksaku menerimanya secara tidak resmi; buatlah kontrak yang semestinya.”


Ainz dan Albedo saling bertatapan dalam diam.


“…Jadi, bahkan setelah diberitahu bahwa guild akan berada di bawah kendali Kerajaan Sihir, Momon masih bersikap seperti itu?”


Eh? Hei! Aku tidak butuh improvisasi seperti itu! (Ucap Ainz dalam hati)


Ainz merasa terpojok, meski ia berusaha keras agar tak terlihat di wajahnya.


“Aku mengerti.”


Tanpa menunggu jawaban dari Ainz, Albedo mengangguk pelan dengan ekspresi penuh teka-teki.


A-apa yang harus kulakukan? (Pikir Ainz)


Ainz menunggu langkah selanjutnya dari Albedo, tapi sikapnya jelas menunjukkan kalau giliran berbicara kini sudah ia lemparkan kembali pada Ainz.


Terdengar samar suara kain bergesekan dengan kulit ketika Albedo sedikit bergerak. Sunyi yang begitu pekat tercipta, hingga suara sekecil itu pun terdengar jelas. Dan akhirnya, Ainz-lah yang memecah keheningan itu. Tentu saja, ia sama sekali tidak ingin menjadi pihak yang melakukannya… tapi ia tidak punya pilihan lain.


“—Jika kau mengajukan permintaan resmi dan memberikan imbalan yang layak, sudah tentu aku akan menerimanya. Namun, aku harus meminta janjimu untuk tidak melukai penduduk kota ini selama aku pergi.”


“…Itu bukan masalah. Selama mereka tidak melakukan kejahatan, mereka tidak akan disakiti tanpa alasan. Lagi pula, mereka adalah aset berharga milik Yang Mulia Raja Sihir.”


“—Kalau begitu, serahkan pembayaran standar kepada guild. Dengan begitu, aku akan secara khusus—ya, secara khusus menerima ini sebagai permintaan khusus.”


“…Resepsionis. Aku tidak yakin bisa menyiapkan jumlah yang tepat saat ini. Apakah ini cukup?”


Salah satu Death Knight maju ke depan dan meletakkan sebuah kantong kulit di atas meja dengan bunyi gedebuk berat.


Suara koin yang saling berbenturan terdengar.


“—Aku akan melakukan persiapan. Aku yakin Perdana Menteri Kerajaan Sihir tidak mungkin datang ke sini tanpa membawa jumlah sesuai ketentuan. Guildmaster, tolong kumpulkan semua informasi tentang Dataran Katze secepat mungkin.”


“Memang begitu. Urusan ini harus segera ditangani. Tidak pantas membuat Yang Mulia menunggu bahkan sedetik pun, Pekerja.”


“Itu—!”


Ainzach hampir saja berteriak, namun Ainz mengangkat tangannya, memberi isyarat agar ia tidak melanjutkan kata-katanya.


“Aku bersumpah atas namaku, aku akan menangani masalah ini.”


Ainz berbalik dan mulai melangkah pergi.


Tak perlu dikatakan lagi, semua sandiwara ini telah diatur oleh Albedo. Alur kejadian dari awal hingga akhir sudah ditentukan sebelumnya. Meskipun Albedo menambahkan lebih banyak improvisasi daripada yang diperkirakan, Ainz tetap mengucapkan setiap baris dialog yang diberikan padanya dengan tepat.


Sosok yang dikenal sebagai Momon tidak boleh terlihat seperti anjing peliharaan Kerajaan Sihir. Raja Sihir tidak boleh dipandang sebagai tuannya, pemiliknya. Itulah alasan mengapa pertunjukan kecil ini perlu dilakukan.


Meski tempo percakapan tadi sempat agak lambat—karena Ainz sibuk mati-matian mengingat urutan kalimat yang tepat—tak seorang pun tampaknya menyadari ada yang janggal.


Karena itu, ia benar-benar tidak mengerti mengapa Ainzach hampir berteriak tadi. Tidak perlu ada improvisasi aneh-aneh.


Lain kali kalau harus melakukan hal seperti ini lagi, sebaiknya aku menyiapkan catatan yang bisa kupelajari lebih dulu. Yah… tentu aku juga harus mencari waktu untuk benar-benar membacanya. (Pikir Ainz dalam hati)






PREVIOUS | INDEX | NEXT

Baca doank, komen kaga !!!
Ampas sekali kalian ya~


Peringatan: Author ngambek, auto delete!! Belilah Novel aslinya jika sudah tersedia!!


EmoticonEmoticon